Repeat
Segala renungan dan kenangan, di hari ini
Setiap tahun, menyesaki rongga jiwaku,
Menghentikan kehidupan, menampakkan
(Kahlil Gibran-Hari kelahiranku)
Kupikir kau hanya debu-debu zaman yang menghuni
lembar-lembar masa laluku. Akan segera hilang dilindas waktu yang terus-menerus
berjalan, tak peduli tentang seorang yang masih belum bisa melangkah jauh-jauh
dari segala kejadian sebelumnya.
Entah pasal
apa: aku yang terlalu bodoh melepasmu begitu saja, atau kau yang terlampau
pintar membiarkanku terpuruk sendiri dengan segala ceritera tanpa akhir yang
menghantui. Mungkin, masa itu, aku terlalu bosan dengan skenario cerita yang
harus kita lakoni, berperan seperti dengan apa yang telah
digariskan sebelumnya
tanpa pernah ada kesempatan untuk berimprovisasi, atau karena dia. Entah,
entah.
Benarkah? Benarkah aku melepasmu kala itu? Ah,
iya. Padahal belum pernah ada salah yang kau goreskan, belum ada gerikmu yang
menyayat hati, belum ada satu yang melukaiku. Kenapa kau tak melakukannya? Dulu, kau pernah berjanji ingin
menjadi payung, menjaga mataku agar tetap kering dari airmata yang selalu jadi
senjata ampuh membasuh luka. Tak sedetikpun kau menyalahi janji itu. Tapi, dia.
Dia. Lelaki
beralis tebal itu datang padaku ketika kau benar-benar sibuk. Ketika kau tak
punya sedikitpun waktu untuk diluangkan bersamaku, ini bukan salahmu tentunya.
Kau pernah memberitahuku seribusatu musababnya. Hanya saja aku yang tak pernah
bisa mengerti, tak bisa maklumi. Hei,
tidak! Waktu itu aku memaklumi! Tapi pada dasarnya aku tak pernah suka
dengan segala sunyi-senyap kesendirian, akhirnya kubiarkan dia menemaniku.
Maaf.
Bukan maksudku
mengkhianatimu, lakilaki yang pernah beredar di pikir dan hatiku. Aku hanya
mencari seseorang yang bisa bersamaku sepanjang waktu, tak peduli urusan lain yang mendesak-desak,
tak peduli sesak tugas-tugas yang harus diselesaikan. Tak sepantasnya aku
seperti itu, sebenarnya. Karena cinta tak peduli seberapa banyak yang telah kau
perbuat untuk orang yang kau cintai, tapi seberapa jauh kau mencintai sampai
jauh di kemudian hari, tak peduli ada ataupun tiada.
Bisa kita
ulangi semua itu? Aku kata, kamu kata, dan kita menjelma puisi. Aku cinta, kamu
cinta, dan kita saling mengisi. Kupikir tanyaku itu akan dijawab ‘iya’ olehmu,
kalau saja wanita semampai itu tidak mendominasi segala kisah-kisahmu
akhir-akhir ini.
Jika kita bisa
mengulanginya sekali lagi, aku ialah cinta yang menantimu sepanjang bulan hujan
lalu, dan mencintaimu sepanjang kemarau hingga waktu tak lagi berlalu.
Untukmu, untuk segala
sesalku
Tiara
kunjungan baliknya k'
BalasHapussandispenpat.blogspot.com