Menunggu Abu
Wherever you go,
Whatever you do,
I will be right here waiting for you
(Richard Marx – I Will Be Right Here Waiting
For You)
Aku benar-benar telah menghabiskan
waktu untuk menunggu. Bukan untuk apa-apa, bukan untuk siapa-siapa: hanya kamu
sebagai alasan semua ini. Untuk segala pedih perih hati dihunjam kenyataan
bahwa kamu tidak lagi seperti dulu. Tidak lagi merangkai serampai warna di
lelangitku, tidak lagi bersamaku mencari-cari duka –karena kita hanya mengenal
suka-, tidak lagi mempesona untukku; sendiri. Tapi juga untuk dia, wanita yang
mendominasi sketsa di lembaran kanvas hidupmu.
Sepi
itu tak berlisan, tak bertelinga
Hanya menyesap sedihnya
Membalas, menyalahi pun jadi tanpa
Aku berteman
baik dengan sepi. Sepi yang selama ini menjadi satu-satunya yang mengisi
hatiku, ia menantimu yang tak kunjung layangkan kabar. Bersama sepi kubagi
segala cerita tentang senyummu yang manis, tentang sorotmu yang magis dengan
bahasa kami, dengan tatapan mesra tanpa sebuah asa akan bersua karena kami
memang hidup bersama. Iya, aku mulai sedikit gila; karenamu.
Di balik hangat, hujanmu turun
Perlahan, namun kian mendekap pelan
Kau datang, mewujud
genangan—kenangan
Lagi, kamu
benar-benar menguji cintaku akan diberikan pada sesiapa, padahal jawabnya hanya
satu: kamu. Begini, kuceritakan padamu tentang Putri Tidur: ia hanya diam,
tidur bak sepanjang hari adalah malam, tapi di penghujung kisah lelakinya
datang dengan segenap rasa yang bersiap untuk diakui. Ini yang kuyakini! Diam
menunggumu untuk datang. Sang Maha Cinta menciptakan kita berpasang-pasangan,
dan aku hanya ingin berpasangan denganmu. Bukan sepasang kepingan cerita lalu
yang harus dilupakan.
Sekarang, biarlah kau mencari jati
diri
Ketika telah kau temui
Semoga: kau belum mengikat janji
Aku
mencintaimu. Hanya cinta. Cinta yang membuatku tak hanya inginkan kamu sebagai
arang, karena akan kucintaimu hingga jadi abu. Hingga aku mengabu menunggu.
-Aku, yang (akan lelah)
menunggumu
Tiara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar