Aku
jengah dengan semua ini!
Aku
letih dengan perputaran bumi!
Aku
ingin berlari pada program pengolah kata di laptop, tapi hatiku terlalu sakit
dengan omongan mereka. Semangatku yang dahulu berkobar-kobar layaknya sang jago
merah sedikit lagi padam. Mungkin ini terjadi disaat yang tidak tepat, ya,
bukan pada waktunya.
Sudah
5 hari buku pertamaku yang bertajuk Sepotong Hati terbit, aku patut bahagia
dengan ini. Tapi apa yang lebih menyebalkan jika hasil karyamu dinilai
menjiplak yang telah ada? Saat puisimu
sebagai media menumpahkan perasaan dibilang terlalu berlebihan. Ketika kau
bahkan tak tahu tulisan mana yang serupa dengan milikmu.
Bukannya
introspeksi diri bermodalkan omongan orang, aku beralih ke dunia maya. Urung
sudah niatku untuk melanjutkan naskah terbaruku. Sepintas lalu di kepalaku
terbesit sesuatu yang rasanya akan membuat impi yang kurintis sejak berumur 8
tahun ini pupus. Aku berhenti menulis.
Baru
saja aku ingin mengundurkan diri dari komunitas yang beberapa bulan ini
menaungiku, aku mendapat sebuah pesan di akun jejaring sosialku yang lain. “Suka nulis :)” begitu bunyi pesan
yang dikirimkan seseorang untukku. Dan yang lebih mengejutkan lagi, namanya
sama denganku.
Aku terbang
menuju ingatan tentang beberapa hari yang lalu, ketika bukti terbit buku telah
berada dalam genggam. Kulihat sesosok dara belia berlarian mengelilingi
rumahnya tak jelas, ia diderai gelak tawa. Bukan menertawakan sesuatu yang
lucu, tetapi tawa karena puas dengan hasil tangannya sendiri.
“Mungkin aku memang seharusnya ada
disini.” Hanya itu yang mampu
kukatakan pada sang hati.
♔
Kala itu, hujan mengguyur
kotaku. Pasukan Hujan sepertinya menurut saja pada Dewa Langit yang
memerintahkan mereka untuk turun ke bumi. Awan-awan yang biasanya serupa
gumpalan kapas terbang menjadi kelabu, mungkin ia sedih karena ditinggal
teman-temannya menuju bumi.
Ia
membuatku bernostalgia dengan panggilan Ara, sesuatu yang tak pernah lagi
kudengar setelah satu-satunya orang yang memanggilku seperti itu pergi.
Pembicaraan kami
awalnya hanya sebatas mengenai dunia kepenulisan, hanya berputar di sekitaran
lomba menulis dan bermacam-macam penerbit buku. Lalu tanpa kusadari, mengalir
hingga menemui sesuatu yang hanya diketahui orang-orang terdekatku. Bahkan
tidak untuk sahabatku sendiri. Aksara demi aksara yang tertuang tak lebih dari
140 karakter membuat kami semakin dekat, perlahan akrab.
Semakin banyak
kalimat yang tertukar dari kami melalui Sang Maya, semakin kutemukan banyak
kesamaan darinya. Aku kian berani membayangkan wujudnya yang tak pernah singgah
di lensaku, rambutnya panjang berombak, kulit sawo matang yang seringkali
epidermisnya ditembus terik mentari, gaya bicara dengan logat khas. Dan, tentu,
sorot mata yang bersinar-sinar penuh arti.
“Mbak, hewan yang
menyebabkan daun berlubang apa?” semakin dan makin berani aku bertanya tentang
hal di luar batas sharing tulis
menulis.
Entah apa yang
memelopori hubungan kami, mungkin karena hobi yang sejalan. Atau gaya menulis
yang tidak bertolak belakang? Bisa juga karena cita-cita untuk mengabdi dalam
dunia kesehatan yang kebetulan sama. Atau nama yang memang serupa?
Hasrat hati untuk
membuat mata kami bertumbukan mulai terasa membuncah. Gemuruh yang menggeliat-geliat
karena bahagia menjadi ‘Tukang Tik’ seringkali melandaku, semakin tinggi substansi
harap untuk menjadi pelayan sastra sejati dan nantinya akan bertemu dengan Sang
Pemantik Semangat di sebuah acara launching
buku.
♔
Aku menyibak
jendela, bulir-bulir dari langit tak henti membasahi pelataran. Padahal aku
sudah di ujung bahagia, tak sabar untuk berjumpa dengannya yang selama ini
hanya kutemui dalam maya. Setahun ini kami berjuang, menjadi licik untuk
mencuri waktu di sela kesibukan masing-masing. Tak jarang orang tuaku menjadi
kesal karena aku hanya berteman laptop, hingga skoliosis thoracalis
yang menjadi
bagian hidupku kambuh untuk kesekian kalinya.
Sudah lama sekali aku
menunggu disini, sebentar lagi acaranya akan segera dimulai. Dan, aku masih
saja menunggu seseorang yang tak kunjung datang. Sudah sering aku menoleh pada
pintu yang terbuka, berharap dari baliknya terlihat sebuah rupa yang kunanti.
Aku masih terfokus pada jendela di hadapanku, berharap kulihat mobil silver dengan plat yang ia sebutkan tadi
singgah di pelataran.
Dari sebuah sudut, kulihat
seorang dara dengan rambutnya yang panjang bergelombang –persis seperti yang
ada di bayangku- turun dari mobil berwarna silver. Tapi rambutnya lepek. Ia
basah kuyup, habis menikmati guyuran hujan, rupanya.
“Mbaak!!” aku berlari keluar
dari pintu yang beberapa saat lalu kulepaskan dari perhatianku.
“Basah.” Keluhnya. Sebuah
sabit yang kuharapkan muncul, tak terlukis di bibirnya.
“Masih sempat dikeringin dulu
rambutnya, terus ganti baju.” Ucapku setelah mematut jam tangan di pergelangan
tangan kananku.
♔
“Hujan Yang Kau Kenalkan” seseorang
mulai berbicara melalui microphone dalam
genggamnya, “Novel duet karya Tiara Balqhis dan Tiara Khalisa.” Dengan lengkung
yang mengembang sempurna di wajah, kami mengangguk hampir bersamaan.
“Duo Tiara, sepertinya.
Hahaha.” Orang tadi terkekeh melihat nama kami yang mirip. Ini bukan hal yang
istimewa, sudah sering aku bertemu dengan orang bernama sama.
“Itu biasa saja, yang luar
biasa disini adalah pikiran yang saling bertautan merangkai kata.” Ungkap
Tiara, bukan aku. Tapi dia.
“Dan, twitter yang mempertemukan
kami adalah yang terbaik.” Aku menyela perkataannya, “Serta cinta yang menyelinap ke dalam aliran
darah.”
“Alah.” Ucapnya. Orang-orang
terlihat menahan tawa karena pembicaraan kami.
“Engga usah ditahan. Ketawa
ajalah. Haha”
Karena
aksara menjadi penyambung kita, dengan segala bentuk rangkaian yang menjadikan
rasa kita melebur. Dan pertemuan itu, terjadi karena perantara satu langit yang
menaungi kita. Langit yang setiap malam kutitipi do’a untuk seseorang nun jauh
disana, yang kucinta.
Karena Tiara terindah, hanya milik kita
Untuk Tiara
Dariku yang selalu merangkai kata
Tiara
:')
BalasHapusI'm not the perfect person. but I could love you like a perfect one. I swear. the way you shut up is the best to ignore them. just avoid with your own way, My Crown. Someday we will shine.. brighter than sunlight ever. Believe! and the miracle happen. :*
From Your Far-Beloved-Sista
TB
MBAAK!! :* :* Walau tak ada yang sempurna, kau yang terbaaik!
Hapus