Hai! Apa kabar?
Kuharap kau menjawabnya
iya. Kita sungguh telah lama tak bertemu. Apakah kau merindukanku seperti rindu
yang kurasa? Kau sibuk? Disini aku sibuk dengan cerita-cerita orang tentangmu.
Aku sangat merindukanmu, walau aku tak tahu benar siapa kau sebenarnya.
Seandainya kau ada
disini bersamaku, aku pasti tak akan sendiri. Suatu kali aku pernah melihat
sang bintang terlepas dari permadaninya, lalu jatuh. Disaat itu, aku membuat
permohonan agar aku bisa bertemu denganmu. Tapi sampai sekarang aku bahkan tak
tahu seperti apa wujudmu.
Kau tahu, bulir-bulir
yang tak mampu lagi dibendung pelupukku sering terjatuh karena merindukanmu.
Tak hanya itu, hatiku selalu hampa tanpa sosokmu. Kalau rinduku telah di puncak
seperti saat ini, aku biasanya asik sendiri dengan pena yang merangkai aksara
demi aksara yang saling bersinergi, mencoba khayalkan bagaimana dirimu. Atau
aku akan memaksa teman-temanku untuk bercerita apa saja tentang orang lain yang
dalam pikirku hampir sama sepertimu.
16 April 2004 adalah
saat terakhir aku bertemu denganmu. Masih kuingat segala yang terjadi tentagmu,
tentangku. Tentang kita, pada hari itu. Kau, dengan baju ungumu sedang duduk
sambil memegang buku ‘Lukisan Keabadian’ Kahlil
Gibran. Mimikmu terlihat biasa saja, tapi aku yakin syaraf-syaraf di kepalamu
sedang dibelit tali-tali yang membuat darahmu mengalir tak lancar hingga
jantungmu berdegup tidak sempurna.
Lalu, tak lama setelah
itu, aku melihat seorang Bapak Tua mengetuk palu tiga kali. Dan setelah itu aku
tak tahu lagi apa yang terjadi, kurasakan tubuhku jatuh, dan seketika itu aku
melayang entah kemana.
Dan sampai hari ini,
hanya secuil yang bisa kusimpulkan tentangmu. Selama ini aku hidup dalam
kehampaan. Kosong. Aku berjalan tanpa tahu arah dan tujuan, aku hidup bukan
dengan diriku sendiri. Aku tertawa dengan diriku yang palsu, tapi aku tahu, aku
sesungguhnya tumbuh menjadi sangat kuat. Karena salah satu yang kutahu
tentangmu, kau begitu kuat. Dan itu yang kau wariskan untuk anakmu ini, Ma.
Kukirimkan surat ini
untukmu, melalui angin yang berhembus di seluruh penjuru planet ini. Kutitipkan
padanya sebuah kompas berbentuk hati yang sewaktu-waktu akan berguna untuk
menemukanmu. Aku juga telah sampaikan pada bulir hujan yang berkejaran dengan
air mataku untuk sampaikan salam rinduku padamu. Kuharap kau akan membalas ini.
Untuk
wanita yang selalu kurindu
Dara
beliamu
Tiara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar